Minggu, 13 Juli 2008

Yohanes Paulus II : Martabat Hidup Manusia Sebagai Injil Kehidupan

Paus Yohanes Paulus II mempunyai pandangan yang bersifat optimistik terhadap hidup manusia. Sikap optimistik ini didasarkan pada karya keselamatan Allah yang terepresentasi secara penuh dalam hidup dan karya Yesus di dunia. Inti amanat dari karya keselamatan Yesus di dunia adalah Injil kehidupan yang diwartakan bagi segenap umat manusia. Injil kehidupan ini telah diwartakan pada awal mula, sejak pertama kali manusia diciptakan oleh Allah menurut citranya dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan yang sempurna. Namun oleh maut, warta sukacita ini tidak lagi diperoleh manusia secara utuh. Oleh kedengkian setan dan dosa orang tua kita yang pertama maut masuk ke dalam dunia dan merasuki seluruh hidup manusia.
Kisah Kain dan Habel dalam kitab Genesis menggambarkan awal kehadiran maut dalam dunia melalui kekerasan. Oleh karena iri hati dan kemarahan Kain membunuh Habel saudaranya sendiri. Pembunuhan yang dilakukan oleh Kain merupakan tindakan yang “melanggar kekerabatan rohani yang menghimpun umat manusia menjadi satu keluarga” . Secara universal manusia memiliki di dalam dirinya nilai kehidupan yang tiada bandingnya. Pembunuhan terhadap seorang manusia dapat dilihat sebagai tindakan yang melukai rasa kemanusiaan setiap manusia. Rasa kemanusiaan itu terluka sebab tindakan pembunuhan merupakan tindakan yang menghianati nilai universal kehidupan yang dimiliki oleh setiap orang. Bahkan lewat tindakannya si pembunuh juga melakukan tindakan penghianatan terhadap nilai kehidupan yang ada di dalam dirinya.
Luka pengkhianatan terhadap nilai hidup manusia tidak dapat disembuhkan dengan membunuh sang pembunuh. Justeru sebaliknya dengan menghukum mati si pembunuh luka itu akan semakin menganga. Walaupun Kain telah membunuh Habel saudaranya, Allah tetap melindungi dia dengan menaruh tanda pada kain agar barangsiapa menjumpai dengannya tidak melakukan pembunuhan terhadap dirinya .
Injil kehidupan yang diberikan pada awal mula telah dinodai oleh dosa manusia. Walaupun manusia telah mengkhianati-Nya, Allah tetap mencintai manusia dengan kasih-Nya yang tidak terbatas. Lewat hidup dan karya Yesus di dunia Allah kembali menawarkan rahmat kehidupan kepada manusia. Dalam diri Yesus Kristus warta injil kehidupan tidak lagi dalam rupa sabda tetapi telah terinkarnasi menjadi manusia.
“Injil kehidupan sesuatu yang konkret dan bersifat pribadi, sebab terdiri dari pewartaan Yesus sendiri. Yesus memperkenalkan kepada rasul Tomas, dan dalm Dia kepada tiap orang dengan kata-kata:”Aku ini jalan kebenaran dan hidup”. Begitu pulalah cara Yesus berbicara tentang diri-Nya kepada Marta saudari Lazarus: “Akulah kebangkitan dan hidup. Barangsiapa percaya akan Aku, kendati ia mati akan hidup. Dan barangsiapa hidup dan percaya akan Aku, tidak pernah akan mati”.

Sabda Yesus kepada Tomas dan Maria secara definitif dilaksanakan oleh Yesus lewat kata-kata dan perbuatan yang berpuncak pada sengsara dan kematianNya di kayu salib. Melalui karya dan hidup Yesus manusia menerima kemungkinan akan kebeneran seutuhnya tentang nilai hidup manusia.
Lewat kedatangan Kristus, hidup yang telah rusak oleh maut memperoleh maknanya yang baru. Kristus datang dan membawa dan mewartakan kabar gembira kehidupan kekal Allah yang diwartakan kepada manusia. “Berkat pewartaan dan karunia ini, hidup fisik dan rohaniah manusia, juga pada tahapnya di dunia memperoleh nilai dan makna sepenuhnya” . Nilai dan makna hidup manusia di dunia ini terletak dari tujuannya untuk mencapai kepenuhannya di dalam hidup yang kekal. Dengan kata lain, hidup manusia di dunia justeru bermakna oleh partisipasinya dalam proses pemenuhan mencapai kebahagiaan dalam hidup yang kekal.
Injil kehidupan Yesus Kristus ini diwartakan oleh Gereja secara terus-menerus hingga saat ini. Injil itu dari hari ke hari diterima oleh Gereja dan diwartakan dengan penuh kesetiaan dan dengan penuh keberanian sebagai “Warta Baik” kepada umat manusia pada tiap zaman dan tiap kebudayaan. Menurut mendiang Bapa Suci di zaman sekarang ini pewartaan akan injil kehidupan ini semakin terasa mendesak untuk diwartakan sebab secara luar biasa bertambalah dan makin ganaslah ancaman-ancaman bagi kehidupan manusia.
Dalam dunia saat ini terdapat persekongkolan objektif melawan hidup dalam dosa-dosa struktural yang sudah mendapat legitimasi dalam hukum dan perundang-undangan. Di berbagai negara telah terdapat undang-undang yang melegalkan tindakan aborsi dan eutanasia dengan atau tanpa alasan yang mendasar. Selain itu pula masih terdapat undang-undang yang melegitimasi pelaksanaan hukuman mati di beberapa negara. Di parlemen-parlemen masih terdapat suara-suara yang memberi persetujuan untuk melaksanakan perang terhadap sesama. Masih terdapat serangan-serang teroris yang lebih banyak menelan manusia yang tidak berdosa. Dalam konteks dunia seperti ini injil kehidupan terasa semakin urgen untuk lebih disebarluaskan dengan segera.
Pada saat kedatangan “Injil Kehidupan” di dunia dalam diri Yesus sudah terdapat miniatur kenyataan persekongkolan melawan hidup yang ada saat ini dalam diri Herodes yang berusaha untuk membunuh bayi Yesus, bahkan dengan cara yang paling keji membunuh bayi-bayi Betlehem yang tak berdosa. Sang Injil Kehidupan itu mendapat penolakan dari sebagian manusia dengan tidak memberikan penginapan sebagai tempat kelahirannya. Memang “dalam hidup Yesus sendiri, dari awal sampai akhir, terdapat dialektik khusus antara pengalaman tentang ketidakpastian hidup dalam manusia dan penegasan tentang nilainya” . Namun dalam kontras antara ancaman-ancaman dan ketidakpastian di satu pihak, dan kekuatan karunia Allah di lain pihak semakin jelaslah memancar rahmat kehidupan kepada segenap umat manusia.
Walaupun hidup manusia berada dalam bayang-bayang ancaman maut namun hidup manusia tetap bersifat baik. Sebab dalam hidup tersebut kendatipun dibentuk dari debu tanah manusia menampilkan Allah di tengah-tengah dunia, menandakan kehadiran-Nya, mencerminkan kemuliaanNya. Inilah yang hendak ditekankan oleh St. Irenius dari Lyon dengan mengatakan “Dei Gloriam Vivens Homo" (Kemuliaan Allah terpancar pada manusia yang hidup). Dengan demikian sebenarnya kehidupan kekal itu telah dimulai dari kehidupan yang berlangsung di bumi ini. Hidup yang dianugerahkan Kristus sama sekali tidak mengurangi nilai keberadaan manusia dalam waktu malahan sebaliknya justeru memberi kekudusan kepada hidup temporal duniawi. Inilah yang menjadi dasar bagi sifat hidup manusia yang tidak dapat diganggu-gugat.

Tidak ada komentar: